
Selandia Baru baru-baru ini meluncurkan slogan pariwisata baru yang berbunyi “Everyone Must Go!”. Slogan ini dirancang untuk menarik lebih banyak wisatawan, terutama dari Australia. Namun, slogan ini justru menimbulkan kontroversi dan kemarahan di kalangan penduduk asli Selandia Baru.
Slogan tersebut, yang bertujuan untuk mempromosikan destinasi wisata Selandia Baru, malah dianggap menghina oleh sebagian warga. Mereka merasa bahwa slogan ini memperlihatkan ketidakpedulian terhadap hak-hak dan budaya penduduk asli Selandia Baru. Sebagian besar kritik menyebutkan bahwa kalimat tersebut mengabaikan keberagaman budaya yang ada di negara tersebut.
Kontroversi Slogan Pariwisata Selandia Baru
Slogan “Everyone Must Go!” yang muncul dalam poster-poster pariwisata Selandia Baru, ternyata justru menambah ketegangan antara warga asli dan pemerintah. Meskipun dimaksudkan untuk menarik turis Australia, banyak yang menganggapnya sebagai bentuk imperialisme dan penyeragaman budaya.
Menurut laporan BBC pada Rabu (19/2/2025), slogan ini merupakan bagian dari kampanye yang menelan biaya sekitar NZD 500.000 (sekitar Rp 4,6 miliar). Pemerintah Selandia Baru berharap kampanye ini dapat membantu meningkatkan jumlah turis, khususnya dari Australia.
Namun, banyak orang menganggap bahwa kampanye ini lebih mengarah pada eksploitasi daripada pemahaman yang lebih dalam terhadap keunikan budaya lokal Selandia Baru. Slogan tersebut juga mengundang kritik dari pihak oposisi yang melihatnya sebagai bentuk kebijakan pariwisata yang tidak sensitif terhadap isu sosial dan ekonomi.
Selandia Baru Menghadapi Krisis dan Pengangguran
Selandia Baru saat ini tengah menghadapi krisis ekonomi dengan tingkat pengangguran yang meningkat. Hal ini membuat banyak pihak merasa tidak puas dengan kampanye pariwisata yang terkesan tidak relevan dengan kondisi sosial-ekonomi yang ada.
Selain itu, Selandia Baru juga sedang berjuang dengan tingginya angka emigrasi, yang memperburuk situasi negara. Pemerintah sendiri mencoba untuk menjelaskan bahwa kampanye ini bukanlah sesuatu yang buruk, namun banyak yang tetap menilai slogan tersebut tidak memperhatikan masalah yang lebih mendalam.
Pernyataan Pemerintah dan Oposisi
Pemerintah Selandia Baru, melalui Perdana Menteri Christopher Luxon, berusaha membela kampanye ini dengan menyatakan bahwa meskipun ada banyak kritik, tujuan dari kampanye ini adalah untuk mengangkat citra negara di mata dunia.
“Slogan ini dirancang untuk menggambarkan bahwa Selandia Baru adalah destinasi wisata yang ‘harus dikunjungi’. Meskipun demikian, kami memahami bahwa tidak semua pihak sepakat dengan cara kami menyampaikan pesan ini,” ujar Luxon.
Namun, para pengkritik, seperti Cuschla Tangere-Manuel dari Partai Buruh, menilai bahwa kampanye ini tidak sensitif terhadap isu-isu sosial yang ada di dalam negeri. Mereka menambahkan bahwa kampanye ini memperburuk ketegangan sosial di kalangan warga Selandia Baru.
Dampak Kampanye Terhadap Industri Pariwisata
Kampanye pariwisata Selandia Baru memang telah menarik perhatian banyak orang, namun belum mampu mencapai target yang diinginkan. Data resmi menunjukkan bahwa jumlah wisatawan asal Australia yang berkunjung ke Selandia Baru pada tahun 2019 turun drastis, hanya mencapai 88% dari total kedatangan wisatawan sebelumnya.
Selandia Baru sebelumnya mencatatkan lebih dari 1,2 juta pengunjung dari Australia, namun jumlah tersebut menurun tajam. Meskipun begitu, Menteri Pariwisata Louise Upston tetap optimis bahwa kampanye ini akan membawa dampak positif jangka panjang.
Strategi Pemerintah Selandia Baru untuk Meningkatkan Pariwisata
Pemerintah berharap dapat meningkatkan angka kedatangan wisatawan hingga 5% dengan kampanye pariwisata ini. Namun, mereka juga menyadari bahwa untuk mencapai hal tersebut, mereka perlu menyusun strategi yang lebih sensitif terhadap isu-isu sosial dan budaya yang ada di dalam negeri.
“Ini akan menjadi tantangan besar, tetapi kami tetap berharap bahwa kampanye ini dapat membantu memperbaiki ekonomi melalui sektor pariwisata,” kata Upston.