Image default
Berita Detikhealth

Babak Baru Ajal Diego Maradona, Dokter Sarankan Rehabilitasi

BARCELONA, SPAIN - JUNE 13: Argentina player Diego Maradona (c) takes on the Belguim defence during the 1982 FIFA World Cup match between Argentina and Belguim at the Nou Camp stadium on June 13, 1982 in Barcelona, Spain.  (Photo by Steve Powell/Allsport/Getty Images)

Kasus ajal Diego Maradona 2020 memasuki babak baru setelah seorang dokter mengungkapkan bahwa Maradona seharusnya dirawat di pusat rehabilitasi, bukan di rumah sakit setelah operasi pada tahun 2020. Hal ini menambah misteri di balik kematian sang bintang sepakbola dunia yang meninggal pada 25 November 2020.

Dikutip dari APNews, pemain yang memimpin La Albiceleste merengkuh gelar Piala Dunia tahun 1986 tersebut menghembuskan napas terakhir setelah menjalani perawatan di rumah sakit pinggiran Buenos Aires, pada usia 60 tahun. Kepergian Maradona menyisakan banyak pertanyaan terkait kondisi kesehatannya pasca-operasi dan keputusan medis yang diambil saat itu.

“Dia semestinya pergi ke klinik rehabilitasi, daerah yang lebih kondusif baginya,” kata Mario Alejandro Schiter, dokter yang merawat Maradona selama beberapa dekade. Schiter memberikan kesaksian penting mengenai perawatan Maradona, menyebutkan bahwa kondisi sang legenda tidak cukup mendapat perhatian pasca-operasi.

Schiter dikenal cukup mengenal baik sosok Maradona, alasannya adalah dirinya yang merawat saat pemilik gol ‘tangan Tuhan’ tersebut kecanduan narkoba. Keputusan untuk tidak membawa Maradona ke rehabilitasi dan hanya mengandalkan rumah sakit dinilai sebagai salah langkah dalam proses pemulihannya.

“Karena saya mengenal pasien tersebut, saya tidak mulai menyarankan rawat inap di rumah. Dia tidak gamang dirawat, mengingat saya tahu segera, bahwa saya pernah merawatnya di saat terburuk dalam hidupnya,” imbuh Schiter.

Setidaknya ada tujuh tim medis yang dituntut oleh jaksa jawabannya suatu kelalaian, sampai membuat seseorang meninggal dunia. Jaksa menganggap bahwa ajal Maradona sebenarnya mampu dihindari, apabila tim medis bertindak secara cepat tanggap. Kepergian Maradona mengguncang dunia sepakbola dan meninggalkan kekosongan besar di hati para penggemarnya.

Para terdakwa dalam urusan tersebut yaitu spesialis bedah saraf, seorang psikater, seorang psikolog, seorang koordinator medis, seorang koordinator perawatan, seorang dokter, dan perawat malam. Persidangan ini menjadi sorotan publik karena banyak yang merasa bahwa Maradona bisa saja selamat jika perawatan lebih intensif diberikan.

Di persidangan, para terdakwa mengatakan bahwa Maradona menolak perawatan lebih lanjut dan semestinya tinggal di rumah sakit lebih usang setelah operasinya. Atas peristiwa ini, mereka bersiap menghadapi ekses kesulitan sampai 25 tahun.

Mantan istri Maradona, Veronica Ojeda mengatakan bahwa tenaga medis tersebut berbohong terkait urusan ajal Maradona.

“Diego sendiri, tidak ada seorang pun di sana, hanya pengawalnya,” tambah Ojeda. Kepergian Maradona dengan cara yang begitu dramatis menambah duka mendalam bagi dunia sepakbola, terutama bagi para penggemarnya di seluruh dunia. Banyak yang merasa bahwa Maradona tidak mendapat perawatan yang seharusnya diberikan seorang legenda seperti dirinya. Tragedi ini seakan mengingatkan kita akan pentingnya perawatan medis yang tepat, terutama bagi tokoh-tokoh yang telah memberikan banyak pengaruh bagi dunia.

Meninggalnya Maradona juga menjadi peringatan bagi dunia medis untuk lebih memperhatikan setiap tindakan medis terhadap pasien, khususnya tokoh-tokoh besar yang memiliki banyak pengaruh dan pengikut. Proses persidangan ini menjadi ujian bagi sistem hukum di Argentina, dengan harapan agar ke depannya tidak ada lagi kelalaian serupa yang menyebabkan kehilangan sosok yang begitu berharga.

Related posts

Riset Gres Buktikan Ancaman Kelamaan Duduk, Dapat Picu Gagal Jantung

Novadanti

Ri Catat Lebih Dari 35 Ribu Urusan Gres Hiv-Aids, Ada Remaja Sampai Remaja Muda

Novadanti

Peneliti Di Wuhan Peroleh Virus Gres Hku5-Cov-2, Masih ‘Kerabat’ Covid-19

Novadanti

Leave a Comment